APR 14, 2019@10:00 WIB | 1,216 Views
Malaka, mungkin salah satu nama tempat yang banyak dijumpai di mana-mana. Betapa tidak, nama Malaka ada di Aceh, Malaysia, sampai daerah yang mendekati perbatasan RI-Timor Leste, yaitu Nusa Tenggara Timur.
Namun tiga tempat tersebut memberikan suasana yang berbeda satu sama lain. Jika Malaka di Malaysia merupakan kota sejarah penting dan Malaka di Aceh berupa pegunungan tandus, maka di Malaka di NTT adalah berupa deretan bukit hijau nan cantik.
Untuk menuju ke sana bukan hal yang mudah. Dari Kupang sampai ke Malaka membutuhkan waktu sekitar 10 jam. Memasuki Atambua jalan sudah tidak beraspal dan berupa kerikil halus. Jadi bisa dibayangkan jika hujan datang, genangan air di mana-mana. Hati-hati jika tak mau mobil terperosok.
Belum lagi jalanan yang naik turun yang mengharuskan mobil dalam kondisi prima. Tapi segala perjuangan itu akan terbayar dengan deretan hijau yang membentang di Malaka.
Rata-rata penduduk di sini adalah petani jagung yang biasanya masih memegang sistem musyawarah bersama sehingga setiap desa mempunyai balai desa. Hati-hati juga pastikan provider Blackpals tidak kena roaming karena di sini sudah dekat dengan wilayah Timor Leste.
Jika sudah memasuki perbukitan hijau ini, coba ciptakan keseruanmu sendiri. Misalnya, dengan piknik di tengah hijaunya rerumputan. Cara lainnya, dengan berfoto-foto ria dengan beberapa alternatif gaya. Tapi ingat ya, izin dengan warga dan jangan buang sampah sembarangan.
Bagi Balckpals yang tertarik dengan budaya sana, bisa mampir ke Umah Klaran yang masih banyak berdiri di sana. Kami sempat mengunjungi rumah milik Yati.
Rumah yang terbuat dari rumbai kelapa, tiang-tiang kayu dan berbentuk panggung. Memasuki rumah tersebut, sejuk langsung terasa meski di luar tengah panas menyengat. Di rumah ini juga bisa melihat aktivitas keseharian masyarakat Malaka yang mengunyah pinang sirih sebagai bagian tak terpisahkan dari mereka.
Nenek Yati salah satunya yang masih memegang tradisi di Umah Klaran. Dia masih sibuk mengunyah sirih sembari menunjukkan ruangan di dalam Umah Klaran. Tampilan nenek Yati tampak masih tradisional, tak beralas kaki dan berkain tenun dengan rambut yang disanggul.
Blackpals juga jangan kaget jika saat ke toilet tidak memadai. Bahkan tak jarang hanya berupa lubang menganga yang ditutup kayu. Mereka juga banyak yang menempatkan toilet dekat kandang babi sehingga lumayan membuat khawatir.