APR 18, 2018@10:25 WIB | 1,079 Views
Baterai Litium Ion saat ini banyak digunakan dalam perangkat ponsel dan laptop. Beberapa perangkat portabel lainnya juga banyak yang mengadopsi jenis baterai satu ini. Alasannya, baterai litium ion memiliki harga yang lebih murah dan perawatan yang lebih mudah. Saking mudahnya, pengguna bisa mencopot baterainya tanpa bantuan teknisi ahli.
(Baterai Litium-Ion)
Kelebihan lain yang dimiliki baterai litium ion adalah siklus hidupnya yang panjang. Di atas kertas, siklusnya bisa sampai 1000 kali pengisian sampai akhirnya menurun kualitasnya. Tak hanya itu, baterai litium ion biasanya mampu menampung daya besar. Maka tak heran ada ponsel yang dibekali dengan baterai litium ion 4000 – 6000 mAh.
(Ilustrasi kasus ledakan baterai Samsung Galaxy Note 7)
Namun dibalik segudang keunggulan yang dibawanya, litium ion punya masalah keamanan yang cukup serius. Baterai jenis ini mudah sekali terbakar dan meledak. Masih ingat dengan kasus meledaknya ponsel Samsung Galaxy Note 7? Ledakan tersebut ditengarai berasal dari baterai litium ion yang tidak stabil. Alhasil, Samsung menarik penjualan ponsel ini hingga saat ini.
Nah, baru-baru ini sekelompok peneliti di Universitas Maryland berhasil mengembangkan jenis baterai baru berbahan metal. Berbekal kombinasi bahan dasar Zinc dan air, baterai ini mampu menjawab masalah keamanan yang dimiliki litium ion, namun tetap membawa fungsi setara dengan baterai tersebut.
(baterai Zinc model lama)
Sebenarnya baterai berbahan Zinc ini sudah pernah ada sebelumnya. Namun kendala siklus hidup dan densitas energy yang rendah jadi sorotan utama baterai ini. Nah, kombinasi baru dengan air berhasil menjawab masalah tersebut, dan menjadikan baterai Zinc ini lebih aman ketimbang litium ion.
Tak hanya di ponsel dan peralatan elektronik rumahan, baterai ini dapat juga diaplikasikan di kondisi ekstrem, misalnya di pesawat, perangkat militer bahkan lingkungan ekstrim laut dalam. [Trd/timBX]