JUL 30, 2020@14:45 WIB | 893 Views
Berdasarkan laporan terbaru yang ditunjukkan perusahaan riset Canalys, Huawei berhasil menjadi pemain smartphone terbesar di dunia pada kuartal kedua untuk pertama kalinya menyusul Samsung dan Apple. Data menyebut, penjualan terbesar didominasi dalam pasar Cina sendiri sebab kondisi bisnis internasionalnya sedang krisis akibat sanksi AS.
Data mengungkapkan, Vendor asal Cina itu mengirimkan 55,8 juta perangkat, turun 5% YoY. Sementara itu, tempat kedua Samsung mengirimkan 53,7 juta smartphone, 30% lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Adalah yang pertama kali bagi Huawei meraih posisi teratas selama satu kuartal, ambisi yang dimiliki selama beberapa tahun. Kendati demikian, analis masih meragu apakah angka prestisus ini bakal berkelanjutan atau tidak. Pasalnya, fakta pasar Huawei di luar Cina anjlok akibat sangsi AS.
Diungkpakan bahwa, Huawei berhasil menjual lebih dari 70% smartphone di daratan Cina pada kuartal kedua. Sementara itu, pengiriman smartphone di pasar internasional anjlok 27% YoY di kuartal April hingga Juni 2020.
Counterpoint Research menyatakan bahwa, di Eropa, wilayah utama bagi Huawei, pangsa pasar ponsel pintar perusahaan turun tajam menjadi 16% pada kuartal kedua versus 22% pada periode yang sama pada 2019. Inilah pembuat smartphone terbesar ketiga di Eropa di belakang Samsung dan Apple, yang menunjukkan bagaimana posisi global Huawei kuartal kedua dibangun berdasarkan upaya memperluas pangsa pasarnya di Cina, yang ekonominya terbesar kedua di dunia.
Dinyatakan bahwa, jumlah penduduk Cina yang besar seringkali mendorong keberhasilan perusahaan ke pangsa pasar ‘global’. "Akan sulit bagi Huawei untuk mempertahankan keunggulannya dalam jangka panjang." Kata Mo Jia, analis di Canalys, melalui keterangan resmi.
“Mitra channel utamanya di wilayah utama, seperti Eropa, semakin waspada terhadap perangkat Huawei, dengan model lebih sedikit, dan membawa merek baru untuk mengurangi risiko. Kekuatan di Cina saja tidak akan cukup untuk menopang Huawei di puncak begitu ekonomi global mulai pulih." katanya.
Tahun lalu, Huawei ditempatkan dalam U.S. Entity List, daftar hitam yang membatasi aksesnya ke teknologi Amerika. Artinya, Huawei tidak bisa menggunakan Google Android berlisensi di perangkat andalan terbarunya.
Di Cina, tempat layanan Google seperti Gmail atau mesin pencarinya lainnya diblokir secara efektif, ini bukan masalah besar karena konsumen Cina tidak terbiasa menggunakan produk-produk itu. Namun, di pasar internasional, tidak memiliki Google adalah pukulan besar.
Counterpoint Research menilai, Itulah salah satu alasan mengapa saingan Huawei, yang masih dapat menggunakan Android di perangkat mereka, telah tumbuh dalam pangsa pasar. Sebagai contoh, di Eropa, perusahaan China Xiaomi melihat kenaikan pangsa pasarnya dari 6% pada kuartal kedua 2019 menjadi 13% pada periode yang sama tahun ini.
Untuk itu, Huawei terpaksa merilis sistem operasinya sendiri yang disebut HarmonyOS tahun lalu. Namun analis sebelumnya meragukan keberhasilannya di pasar internasional mengingat fakta bahwa ia kehilangan aplikasi utama dari App Store.
Raksasa telekomunikasi China menghadapi tekanan lebih lanjut tahun ini dari Washington. Aturan baru yang diperkenalkan pada bulan Mei mengharuskan produsen asing menggunakan peralatan pembuat chip A.S. untuk mendapatkan lisensi sebelum dapat menjual semikonduktor ke Huawei.
Ini dapat memengaruhi kemampuan Huawei untuk membeli chip untuk smartphone-nya. Sementara Huawei mendesain prosesornya sendiri, mereka diproduksi oleh TSMC Taiwan yang dapat dipengaruhi oleh aturan ini. [asl/timBX]