DEC 11, 2019@16:00 WIB | 1,165 Views
(Suasana Pengenalan Blockchain kepada audience dan stakeholder di Ballroom Telkom Landmark)
Indonesia memerlukan sebuah teknologi dan solusi yang realtime terkait sustainability dari proses produksi hingga ke retail. Hal itu perlu cukup effort karena semuanya butuh pada satu system teknologi Blockchain. Teknologi blockchain tentunya didukung rantai supply chain, UKM, menjadi sebuah system. Sistem ini terdesentralisasi dan terdistribusi kepada semua komputer pengguna yang terkoneksi jaringan.
Teknologi Blockchain mencatat transaksi yang sudah terjadi pada system tersebut, bisa dilihat dan dikelola oleh semua orang, namun tidak bisa dirubah sama sekali. Lebih bersifat final dan tidak bisa dipalsukan. Hal itu terjadi karena pengelola (ledger – buku besar catatan transaksi) blockchain bukan hanya 1 server saja, namun seluruh pemegang akun pada system blockchain memiliki ledger yang sama. Blockchain menjadi fondasi teknologi yang memungkinkan perkembangan cryptocurrency (mata uang kripto).
Seri edukasi Blockchain dipaparkan pada acara Let’s Talk Blockchain, hasil kerjasama Kedutaan Besar Republik Indonesia di Beijing, Valdo Media Communication dan BLOCK1ND, sebuah platform yang digunakan untuk mengembangkan rekaman pencatatan transaksi yang terhubung dan dilindungi secara teknis oleh cryptography.
(Sam Lee bersama calon stakeholder dari pengusaha Indonesia)
Acara yang digelar di Ballroom Telkom Landmark ini mendatangkan Sam Lee, Co-Founder Global Blockchain Shanghai. “Kami menggarisbawahi satu hal yang warga Indonesia masih belum paham bahwa Bitcoin itu memang bagian dari blockchain, akan tetapi blockchain bukan bitcoin,” tutur Sam Lee.
Mahendra Siregar, Wakil Menteri Luar Negeri yang didaulat mengisi acara tersebut memaparkan,”Proyeksi market size digital market di Indonesia tahun 2025 berdasarkan google USD 100 miliar. Hal itu tentunya didukung dengan system blockcain, untuk menghindari fraud. Tentunya membutuhkan jaringan infrastruktur, jaringan operator seluler ke 5G harus dikejar, secara efisien dan efektif.”
Satu case yang bisa digambarkan sebagai keuntungan pemanfaatan teknologi blockchain, “Para petani kopi premium, atau teh kualitas tinggi harus bisa melihat harganya di pasaran, semua terlihat secara real time transaksi keuangannya dan bisnisnya. Jika tidak feasibility akibatnya petani teh dan kopi menjadi tidak punya keuntungan besar. Share premium price inilah yang harus dibangun berbasis teknologi yang disebut dengan blockchain, dan itu bisa diterapkan mulai dari start up, perbankan, suplaychain dan lain-lain agar mendorong pertumbuhan ekonomi digital secara massive,” lanjut Mahendra.
Inisiasi acara edukasi blockchain dimotori oleh Djauhari Oratmangun, Duta Besar RI untuk Cina di Beijing. Dengan melihat langsung perkembangan startup seperti Alibaba.com, dirinya ingin menularkan system blockchain ke digital market di Indonesia.
"Tahun 2016-2017 terkait teknologi blockchain telah memberikan sentuhan baru, dan saya mulai riset by the case di Indonesia dimana banyak generasi muda cukup terlibat. Kita sudah punya 5 unicorn dalam waktu yang tidak terlalu lama. Tahun 2025 diprediksi bakal tumbuh cukup besar melebihi USD100 miliar, atau sekitar Rp1400 triliun,” jelas Djauhari.
Untuk menuju hal tersebut, digital economy particular harus terus diawasi perkembangannya, sehingga dalam membuat regulasi blockchain dapat tepat sasaran. “Teknologi 5G harus segera dimulai, teknologi sudah cukup terbuka, bagaimana kita memanfaatkan momentum untuk bangkit seperti di China dalam pertumbuhan ekonominya. The future is here, lets grab our economy more sustainable. Tahun depan tepatnya bulan Februari 2020, kami akan membawa beberapa startup local ke China,” pungkas Djauhari.
Menurut Rhein, perkembangan teknologi blockchain di Indonesia sudah tertinggal 5 tahun dibanding di Cina. “Di beberapa perbankan swasta telah memulai kompetisi blockchain. Begitu juga di bidang properti. Sampai saat ini belum ada startup atau perusahaan yang mengadopsi blockchain kecuali beberapa perbankan besar BRI, BNI, Permata, Danamon,” jelas Rhein kepada audience.
"Paling penting sekarang adalah edukasi semua pihak mulai dari kampus dan capital, termasuk talent dan itu digerakkan edukasinya secara massive, " cetus Rhein Mahatma Vexanium, local blockchain flatform Indonesia.
Sinergitas pelaku ekonomi di Indonesia dan China perlu segera dibangun. Teknologi cukup cepat bergerak, bagaimana Indonesia menjemput bola, termasuk generasi muda yang cukup besar populasinya.
"Melihat perkembangan digital ecomomi di China harus dikejar. Xiomi, Huawei, Next Dragon, Alibaba sudah bergerak 10-20 tahun yang lalu. Gojek dan Tokopedia salah satu pertumbuhan startup yang cepat dan sudah mulai masuk ranah global," jelas Djauhari Oratmangun.
Selain itu, percepatan teknologi tidak hanya bergantung drive pemerintah. Mulai dari lembaga keuangan, start up, perusahaan telekomunikasi dan lembaga pendidikan harus segera memulainya. “Menciptakan blockchain di Indonesia, selain menggenjot swasta diharapkan mengajak para stakeholder untuk bersama-sama membangun ekosistem. Ditahun 2020, forum blockchain internasional akan diselenggarakan di Bali, bersamaan dengan pengembangan Pusat Teknologi Blockchain di Jakarta, sehingga memungkinkan pelaku fintech, startup mempelajari lebih lanjut dan mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia,” tutup Djauhari. [Ahs/timBX]