OCT 16, 2019@16:00 WIB | 1,593 Views
Kebutuhan dunia industri terhadap peran Colaborative Robot (Cobot) demikian besar, dalam rangka meningkatkan efektifitas, kualitas disamping peran SDM yang cukup penting dalam dunia Industri. Universal Robots sebagai pemasok robot untuk industri kecil, mulai diperkenalkan di dunia sejak beberapa tahun silam tepatnya 2008 di Denmark, dan kali ini Indonesia sebagai bagian dari pengguna teknologi tersebut.
Darrell Adams, Head of Southeast Asia & Oceania, Universal Robots mengatakan, “Cobot terus memberi manfaat besar bagi bisnis di Asia Tenggara dalam mengubah proses manufaktur dan tetap kompetitif. VMIC contohnya, sudah mengotomatisasi proses yang dulu sangat manual, hingga kini bisa menikmati produktivitas tinggi dan kualitas hasil yang lebih baik."
“UR berada di lini depan teknologi cobot. Di Indonesia, UR mempercepat transisi ke produksi yang lebih cerdas dan pertumbuhan berkelanjutan untuk berbagai bisnis. JVC Electronics Indonesia (JEIN) misalnya, telah meningkatkan produktivitas, kualitas hasil dan keselamatan pekerja, dengan penghematan biaya tahunan lebih dari USD 80.000. Hal ini memicu adopsi teknologi cobot yang lebih besar karena perusahaan menyadari potensi besar otomatisasi. Di Indonesia, cobot digunakan di industri otomotif, elektronik, tekstil, farmasi, alas kaki, dan pengolahan makanan,” tambah Adams.
Pertumbuhan Adopsi Robotik di Indonesia
Adopsi robot mulai menguat di Indonesia. Menurut International Federation of Robotics, Indonesia menempati peringkat ke-26 dunia untuk penggunaan robot operasional. Tahun lalu, Indonesia mendaftarkan 8.655 robot, naik 9 persen dari sebelumnya 7.913 unit pada 2017. Industri otomotif menjadi pengguna terbesar di Indonesia, dengan mencatat pembelian robot mencapai 29 persen dari seluruh transaksi pada 2018, diikuti industri elektronik sebesar 12 persen.
Umumnya, Indonesia lebih lambat dalam mengadopsi otomatisasi dan teknologi baru dibandingkan negara-negara tetangga. Menurut A.T. Kearney, Indonesia agak tertinggal ketimbang negara-negara seperti Singapura, Thailand dan Malaysia dalam implementasi Industri 4.0. Untuk menjembatani kesenjangan ini, Presiden Joko Widodo meluncurkan roadmap ‘Making Indonesia 4.0’ dalam persiapan menuju Industri 4.0 dan mendorong adopsi otomatisasi. Jika berhasil, tingkat pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia bisa mencapai enam hingga tujuh persen dari 2018 hingga 2030.
Cobot UR10 diimplementasikan di VMIC
Proses manual mendominasi pekerjaan di VMIC yang memproduksi suku cadang kendaraan pertambangan. Ketergantungan pada buruh ini berujung pada produktivitas rendah dan kualitas yang tidak konsisten. Jumlah dan pesanan pelanggan rendah sehingga mempengaruhi pendapatan pekerja. Saat menyadari pentingnya otomatisasi, perusahaan mengerahkan dua cobot UR10 untuk melakukan dua tugas; pick and place serta merawat mesin.
VMIC menjangkau integrator sistem otomasi lokal Vnstar Automation JSC (Vnstar), yakni mitra Servo Dynamics Engineering (Servo), distributor UR di Vietnam, untuk mengotomatiskan prosesnya.
“Meskipun baru dalam bidang robotika, tim teknik VMIC berhasil mengerahkan cobot dalam waktu sebulan setelah menerima tiga hari pelatihan teori dan dua hari praktik dari tim kami. Kami juga menyediakan dukungan teknis proaktif dan responsif, memastikan tidak ada gangguan alur kerja,” ujar Kelly Kao, Director, Servo Dynamics Engineering Co., Ltd.
Sejak menggunakan cobot, produktivitas VMIC meningkat dua hingga tiga kali lipat dan kualitas produk sekarang sangat konsisten. Ini menyebabkan peningkatan pesanan 50 hingga 60 persen berlanjut pada peningkatan pendapatan pekerja. Return on Investment (ROI) di Vietnam untuk investasi robot seperti itu biasanya antara enam hingga delapan tahun, namun kami berharap bisa mencapainya dalam satu atau dua tahun.
Berbeda dengan pangan dan elektronika, industri otomotif di Indonesia dalam penggunaan robot masih dalam ranah case by case. Seperti Astra Daihatsu Motor, bila jumlah demand terlampau tinggi, penggunaan robot berbasis industri digunakan untuk mencapai jumlah produksi 500 unit perhari. Hal yang sama dilakukan oleh DFSK, dimana proses produksinya telah mencapai 80% proses perakitan mobil yang dilakukan di Indonesia. [Ahs/timBX]