MAY 12, 2020@20:35 WIB | 2,728 Views
Siapa tak kenal Michael Jordan? Seorang legenda yang memiliki sejarah karir panjang di dunia basket ini kerap dianggap sebagai olahragawan tersukses saat ini walau sudah gantung sepatu sejak tahun 2003 lalu. Yap, ini berkat sepatu signature Air Jordan yang sampai sekarang masih dibuat dan jadi fashion statement yang tak lekang dimakan waktu.
Banyak orang melihat kerjasama yang sudah berlangsung lama antara Nike dan Jordan adalah seperti jodoh, tapi banyak yang tak tahu jika awal kerjasama ini jauh dari kata mulus, bahkan Jordan sempat melirik Adidas sang pesaing.
Sejarah menarik ini tampil di episode kelima dari sepuluh episode film dokumenter Michael Jordan Last Dance yang tayang di Netflix mulai 20 April lalu. Dalam episode ini kisah lebih detail mengapa dahulu Jordan enggan disponsori raksasa sportswear tersebut dijelaskan.
Pada tahun 1984, Nike belum seperti sekarang, belum memiliki revenue miliaran dollar dan saat itu masih dikenal sebagai produsen sepatu lari. Converse, di sisi lain sudah lebih dahulu bermain di dunia basket dan menjadi sponsor resmi sepatu NBA. Saat itu sepatu yang sedang hit adalah Converse Weapon yang digunakan Magic Johnson, Isiah Thomas dan Larry Bird, tiga superstar NBA.
Nah, Jordan yang masih rookie saat itu ingin bergabung bersama pemain elit lainya. Namun Jordan menyampaikan dalam film dokumenter tersebut, saat itu sayangnya penawaran tersebut ditolak Converse, karena Converse tak menganggap Jordan akan sesukses Magic dan Larry.
Converse sudah tercoret, dan kini Jordan mulai membidik Adidas. Gayung bersambut, Adidas sangat setuju untuk mensponsori Jordan. Namun pabrikan sepatu berlambang tiga garis tersebut mengatakan jika membuat sepatu basket belum jadi prioritasnya saat itu.
Nah, di sini Nike mulai masuk lewat agen Michael Jordan, David Falk. Ia mendorong Jordan untuk tandatangan kontrak dengan Nike. Akan tetapi, menurut dokumenter, Jordan sama sekali tak mendengarkan sang manager. “Saya ingin Michael berjalan dengan Nike karena, pabrikan tersebut sedang naik-naiknya.”ucap Falk dalam dokumenter tersebut, tapi Jordan tetap menolak.
Akhirnya Falk memutuskan untuk menelpon sang ibu, untuk membujuk Jordan paling tidak mendengarkan penawaran dari Nike. “Ibuku berkata, kamu harus mendengarnya, kamu mungkin tak akan suka, tapi kamu harus mendengarkannya.”Kata Jordan. Kata-kata itu lantas membuat Jordan terbang ke markas Nike.
Falk dalam negosiasi, ingin memastikan Jordan akan dapat sepatu yang dibuat khusus untuknya. Memang permintaan yang agak terlalu tinggi, karena hingga saat ini pun tak ada yang bisa menjamin penjualan signature shoes akan laku keras. Namun, Falk memiliki misi untuk membangun Jordan sebagai atlit olah raga individual yang memiliki image brand-nya sendiri.
Setelah negosiasi yang panjang, Nike setuju untuk mensponsori Jordan dengan kontrak USD 250.000 atau Rp 3,7 miliar, kurs hari ini serta signature shoe Jordan. “Ekspektasi Nike, sepatu Air Jordan pada tahun keempat produksinya akan menghasilkan revenue sekitar USD 3 juta, namun mengejutkannya pada tahun pertama kita berhasil menjual hingga USD 126 juta.”Ucap Falk.
Tak hanya kesukesan Air Jordan 1 yang laku keras, tapi sepatu ini sudah menembus batas dimensi dunia basket. Setelah dua tahun rilis, sutradara terkenal Spike Lee memastikan jika tokoh utama Mars Blackmon dalam film "She's Gotta Have It" memakai Air Jordan dan kepopuleran Air Jordan semakin tak terbendung sejak saat itu.
Kini sudah 22 tahun semenjak Jordan terakhir menggunakan seragam Bulls, dan akhir tahun lalu, brand ini mendapatkan revenue USD 1 miliar pertamanya dalam satu triwulan dan akan terus menanjak, menggagumkan. [leo/asl/timBX]