JUL 20, 2020@14:06 WIB | 3,828 Views
GSpeed terlahir dari dunia petrolheads tahun 1985 yang gemar balap di jalanan ibukota Jakarta. Galih sang owner, saat itu masih menggeluti bangku kuliah di jurusan elektronika Universitas Trisakti. Dirinya cukup getol turun dengan mobil Holden yang sudah dimodifikasi di bilangan Sudirman. Sementara pengetahuan machine engineering ia gali dari majalah otomotif luar negeri dan selalu upgrade knowledge dari rekan-rekan montir. Diluar itu elektrikal mobil juga dikembangkan mengadopsi tips-tips performance.
Range tahun 1985-1988-an balapan terus berlangsung. Disamping itu pengetahuan tentang membangun mobil berperformance tinggi tetap ia gali. Mulai dari mesin V6 standar diswap menjadi V8 standar. Kemudian dari V8 dikembangkan dengan modifikasi ringan seperti pengapian, penggantian silinder head, header plus exhaust dan lain-lain.
"Sesekali saya menelfon beberapa builder atau pabrik pembuat spare part di Amerika sekitar tahun 2010. Lebih ke diskusi tentang efek langsung dari part yang telah dipesan dari Amerika Serikat. Sementara rentang tahun 85-88 saya merasakan power mesin mulai naik, stage demi stage telah saya lewati. Dan pada puncaknya tahun 1989, saya membawa muscle car ke luar kota hingga ke Bali pulang pergi, tidak ada kendala dengan muscle car yang dipakai saat itu," buka Galih kepada tim Blackxperience.com.
Lima belas tahun main di modifikasi performance muscle car, tepatnya 2010, nama G-Speed awalnya adalah nama yang disematkan ketika memesang part ke perusahaan mobil di Amerika. "Catatan angka untuk part mesin mulai saya visualisasikan seperti silinder head, camshaft, dengan memesannya ke pabrik mesin di Amerika Serikat. Ketika mereka bertanya dari company mana? Nama G-Speed lah yang akhirnya kami ajukan ke mereka," cetus Galih yang memulai menjual part muslce car sejak tahun 1996.
Pernikahan Galih dengan istrinya, membuat lompatan tersendiri. Galih disupport istrinya untuk membangun muscle car, Holden Monaro V8 8200 cc tahun 1969. Bermula dari knalpot pemberian teman, akhirnya part, body terkumpul mengandalkan garasi teman, untuk perakitan.
Gayung bersambut, GSpeed menjadi nama Bengkel yang didirikan Galih di kawasan Antasari, Jaksel pada Februari 2010. Menginjak November tahun 2013, modifikasi Holden Monaro 1969 miliknya berhasil mengantarkan Galih naik panggung di SEMA, menyandang nominasi Car Crazy.
"Saat itu saya satu-satunya dari Indonesia, dengan mendaftarkan Holden Monaro untuk bermain di SEMA 2013. Pulang ke Indonesia, saya dipercaya teman untuk membangun muscle car, mungkin karena mobil saya mendapat panggung Car Crazy saat itu," cerita Galih optimis, dan meresmikan workshop G-Speed di bilangan Antasari.
"Saya banyak bertemu dengan artis otomotif di ajang SEMA, lebih banyak belajar sama mereka di Amerika Serikat. Sampai sekarang saya masih merasa pemula, yang memang harus banyak belajar ke siapapun termasuk ke workshop di Amerika Serikat," ungkap Galih memberi semangat ke builders di tanah air.
Galih berusaha menyerap langsung builder-builder di Amerika Serikat. "Membangun mobil dengan cara yang diterapkan manufaktur itu yang saya terapkan. Estetika dan performa menjadi acuan. Untuk performa, gardan, suspensi, sasis, serta perhitungan engineering lainya memang urusan saya. Sementara ranah estetika seperti warna bodi, bahan interior, velg, sound sistem dimonitor langsung oleh istri saya," jelas Galih.
Ujicoba membangun muscle car dengan racikan iklim tropis sesuai wilayah Indonesia terus berlangsung, hingga kapasitas dan profesionalitas GSpeed akhirnya mengantarkan kembali GSpeed ke SEMA Battle of the Builders (BOTB) 2019, sebagai 200 builders terbaik, dengan mobil modifikasinya Ford Truck F1 1948.
"Membangun muscle car buat saya bukan merakit kembali mesin, melainkan lebih membuat kruk as, noken as, silinder head, ke pabrik yang bersangkutan. Desain tersebut untuk menghindari mesin overheat. Dari temperatur setengah, atau tiga perempat, menghindari temperatur merah (penuh). Ketika internal mesin memuai, terjadi friksi yang tinggi, dan mengakibatkan efisiensi dan performa mesin menurun dan mesin muscle ngadat. Setiap mesin punya karakter yang berbeda dan butuh penanganan khusus. Goals-nya, mesin semakin dingin dan performanya meningkat," jelas Galih.
Mengapa muscle car butuh adaptasi mesin khusus, karena setiap mesin dirancang untuk negara yang mengalami 4 musim. Sementara di Indonesia hanya dua musim, maka empat faktor mendukung agar mesin butuh adjustable khusus, antara lain, faktor polusi (kualitas udara), kelembapan udara, kemacetan lalu lintas (temperatur) dan iklim tropis panas.
"Meski di Amerika Serikat iklim summer-nya juga panas, namun udara disana bergerak. Berbeda dengan kondisi udara di Indonesia, udaranya tidak bergerak dengan iklim tropisnya. Maka dalam kacamata saya, mesin menjadi butuh penyesuaian internalnya," aku Galih.
SEMA Show 2019, Battle of the Builders
November 2019 kemarin, GSpeed kembali mendaftarkan kembali ke SEMA 2019, serta Battle of the Builders (BOTB) yang mencatut 200 builder terbaik. Nama penggawa GSpeed masuk ke 200 builder, meski tidak naik panggung. Setiap modifikator bisa masuk ke SEMA dan terdaftar sebagai member SEMA, asal punya sponsor di sana.
"Setiap workshop yang masuk SEMA tidak bisa ditebus dengan uang. Melainkan harus adanya sponsor atau menjadi rekanan builder disana. Saat sponsor percaya dengan histori dan kualitas mobil yang dibangun, maka challenge terbuka. Tidak mudah masuk sebagai peserta SEMA, karena semuanya punya penilaian. Sambutan rekan-rekan disana luar biasa, ketika nama saya tertulis dari 200 BOTB terbaik. Kemudian dipilih 20 terbaik BOTB untuk naik ke panggung," jelas Galih ke tim Blackxperience.com.
Secara spesifik mobil Ford Truck F1 1948 yang dilombakan di BOTB punya syarat muscle car, buatan Amerika, dengan bagian sasis yang sudah dicustom. Konversi setir kiri ke kanan, berikut juga konversi dashboard dan airsuspension. Bagian bumper depan dan belakang yang sudah di modifikasi. Sektor interior juga dimodif, serta penggunaan kayu Rosewood (sonokeling) di bagian bak pickup dan modifikasi audionya di bengkel Cartens Audio.
"Saya bersyukur, akhirnya dapat pengakuan dari pihak internasional. Passion, not about the money, itu menjadi modal kami terus berkaya di tanah air dan di dunia internasional. Kreatifitas dan seni dalam membangun muscle car ini menjadi cukup penting untuk maju kedepan," tutup Galih.
Paling penting setiap modifikasi yang meluncur ke SEMA, selain handmade, tampilan seperti pabrikan, mobil tersebut harus bisa jalan untuk dipakai. Semua aspek harus diperhitungkan mulai, dari bangunan mesin dan konsumsi bahan bakar. Jadi meskipun handmade, kualitas building harus memenuhi standar presisi pabrikan. Jarak anta velg dan fender misalnya tidak bisa hanya 1 cm, kemudian cara pemasangan velg dengan style muscle car, tidak menggunakan adapter seperti kualitas pabrikan. Serta berbagai detail teknis pengerjaan yang harus bisa dipertanggungjawabkan saat penjurian.[Ahs/timBX]