JAN 03, 2018@08:30 WIB | 953 Views
Menghadapi musim balap 2017, Renault selaku tim dan pemasok mesin utama telah mengorbankan segenap usahanya demi menambah tenaga ekstra demi bersaing di 3 besar di klasemen kejuaraan Formula 1 2017.
Namun, Renault mengantongi 300 penalti grid lebih banyak dibandingkan dengan pabrikan rival seperti Mercedes dan Ferrari. Hal tersebut memicu bos tim Red Bull (yang ditenagai mesin Renault), Christian Horner, menyebut 2017 sebagai tahun terburuk mereka sejak 2006 dalam segi reliabilitas.
Sementara skuad junior Red Bull, Toro Rosso, terlibat adu argumen publik dengan Renault setelah beberapa kali dihantam masalah kerusakan mesin di penghujung musim. Bos tim Renault, Cyril Abiteboul. lantas meminta maaf tapi kemudian beralasan bahwa Renault harus "sangat agresif" soal penambahan tenaga agar tidak tertinggal lebih jauh lagi dari Ferrari dan Mercedes.
"Jelas, poin negatif terbesar pada 2017 adalah masalah daya tahan, yang telah sangat merugikan tidak hanya tim kami sendiri tapi juga tim pelanggan kami. Dan karena itu, kami meminta maaf," ucap Abiteboul kepada Motorsport.com.
"Ini disebabkan oleh kombinasi berbagai faktor. Pertama karena mesin benar-benar baru, sehingga jumlah kilometer dalam pengujian dyno masih terlalu sedikit. Kami menemukan beberapa masalah pada tes musim dingin, dan kemudian di awal musim, yang menurut kami itu sudah telat untuk dilakukan perbaikan."
Abiteboul juga telah mengisyaratkan, bahwa alasan mengapa Toro Rosso menjadi tim bermesin Renault yang paling bermasalah di paruh kedua musim adalah karena skuat Faenza tersebut tidak bisa memenuhi tuntutan untuk mendatangkan sistem pendinginan yang baru.
"Di paruh akhir musim, kami sedikit 'bermain api' dengan membuka beberapa mode untuk menambah tenaga, yang kemudian berdampak pada reliabilitas mesin. Selain itu, pendinginan juga harus ditingkatkan, dan beberapa tim kesulitan mengikutinya." [yus/timBX]