MAR 01, 2021@17:07 WIB | 956 Views
Jose Manuel Cazeaux kepala kru dari Alex Rins menerangkan peta perang elektronika di MotoGP bukan menjadi kontribusi terbesar. Menurutnya kemampuan elektronika MotoGP seperti kontrol traksi atau anti wheelie bukan lagi yang utama untuk mampu finish di depan, tetapi lebih ke pemahaman data di lapangan.
Rekam jejak Cazeaux, adalah engineer dari Ducati saat membawahi pembalap seperti Alex Barros, Nicky Hayden dan Cal Crutchlow. Tahun 2015 menjadi tantangan membangun tim baru Suzuki yang tahun 2020 kemarin. "Kami melakukan evolusi terbesar di sejarah MotoGP, ketika ketika data teknis terkumpul mulai dari tekanan ban, dari setiap sesi. Kemudian tim memutuskan tekanan ban yang bakal digunakan," jelas Cazeaux.
Dengan mengetahui tekanan udara dalam ban, suhu udara di dalam ban, suhu diluar, yang datanya diadaptasi melalui teknologi Infra Red (IR). Ada banyak cara dan hanya memerlukan waktu untuk menganalisis dan menjadi catatan.
Elektronik berkembang pesat, tidak hanya untuk mengontrol motor agar tidak wheelie, melalinkan untuk merekam seluruh kinerja mesin. "Data elektronik ini kemudian difahami untuk memahami dan membuat model serta menganalisisnya. Kemudian data tersebut dikembangkan untuk membutuhkan sasis lebih rigid atau tidak terlalu rigid," tambah Cazeaux.
Dengan ECU standar, hanya memungkinkan mekanik tim untuk melakukan kalibrasi data, daripada merubah cara kerja mendasar dari kontrol elektronik. Cazeaux berharap menjadi sensor elektronik cukup penting mengimbangi kontrol ECU.
"Dengan batasan regulasi di MotoGP, tidak mungkin bagi kami untuk merubah logika ECU. Dalam hal ini kinerja tim sangat dibatasi melalui cara kerja ECU untuk mengontrol mesin. Dampaknya, akan terlihat langsung untuk pengiriman tenaga, kontrol traksi dan anti wheelie," jelas lelaki berkebangsaan Argentina itu.
Dari tahun ke tahun berjalan, kondisi stagnan (regulasi elektronik MotoGP) terus berlanjut. "Sektor kalibrasi inilah yang terus dilakukan tim Suzuki, dan perkembangan setiap tahun kalibrasi tim Suzuki meningkat, ditambah dengan sensor-sensor yang punya ranah tidak terbatas. Sektor inilah yang menjadi ranah evolusi bagi tim Suzuki," tambah Cazeaux.
Jika data log kinerja sensor adalah basis paling akurat untuk mengembangkan motor. Namun dengan memindahkan data log tersebut untuk pengembangan motor lain, itu tidak akan berakibat langsung secara akurat. Hal itu yang menjadi ranah tim, untuk mengembangkan motor terbaiknya.
"Kasus yang terjadi di tim pabrikan, mungkin elektronika cukup menjadi dukungan bagi timnya. Tidak memudah menilai kontruksi sebuah motorsport hanya dari luarnya. Jika terjadi kemiripan, apakah menghasilkan performance yang sama, kan belum tentu titik-titik part dan elektronika membantu seorang pembalap finis baik di lima besar," tambahnya.
Contoh kasusnya kecenderungan tim Italia dan tim Eropa malah didominasi tim Jepang. Yamaha dan Honda misalnya lebih banyak mencapai pole position terbaik. Sementara tim Suzuki tidak peduli dengan perkembangan tim Jepang, Italia bahkan Eropa.
"Pertimbangan teknis bukan hanya kecepatan 0-100 kpj, kalau patokan itu, Suzuki pun tidak terlalu cepat. Kami mencoba memperhatikan yang lain, untuk menghasilkan performance dan durabilitas hingga akhir laps," cetus Cazeaux.
Tahun pertama saya dengan tim Suzuki membawa Maverick Vinales menyumbang beberapa podium di Silverstone 2016. Estafet kemudian beralih ke Andrea Iannone, hingga ke Alex Rins dan Joan Mir. "Motor GSX-R1000R mungkin punya elektronik paling sederhana dibanding motor lain. Tapi motor yang kami kembangkan secera teknologi dimaksimalkan hingga batasnya dan semua setingannya bisa digunakan secara spesifik dengan trek yang bermacam-macam," tutur Cazeaux.
Ada banyak rekayasa untuk menghasilkan motor tercepat, tetapi filosofi kami paling sederhana, dengan elektronika sederhana, berdasarkan pengalaman yang kami bangun, bakal menghasilkan performa terbaik. "Kami memang minim podium dalam satu gelaran musim. Paling tidak hanya tiga kemenangan bersama Alex Rins, setelah di era Vinales. Alex Rins pun berhasil memenuhi peringkat ketiga klasemen akhir musim 2020 lalu," tutup Cazeaux. [Ahs/timBX]