AUG 17, 2023@07:35 WIB | 483 Views
Mitigasi Risiko dalam segala aspek menjadi hal yang utama. Dalam hal transportasi misalnya, hak-hak konsumen terkait mitigasi risiko dalam mobilitas kendaraan diatur dalam Permenhub 21 nomor 74 tahun 2021. Antara konsumen, produsen dan regulator dalam hal ini membutuhkan sinergitas semua pihak dalam menciptakan keamanan konsumen saat berkendara.
Kecelakan lalu lintas bisa kerap terjadi, baik mobil pribadi, kendaraan roda dua bahkan kendaraan komersial. Kecelakaan bisa terjadi karena asupan cahaya ke mata pengemudi terlalu besar. Nah bila terjadi kecelakaan, diharapkan tidak merenggut nyawa, karena setiap kendaraan sudah dibekali dengan sistem keamanan.
Mulai dari safety belt, ban cadangan, fitur TPMS, alat penambal ban, Segitiga pengamanan dari dua arah, dongkrak, helm dan rompi safety, kotak P3K, alat pemantul cahaya (partial marking), APAR (alat pemadam api ringan), martil pemecah kaca untuk bis komersial, hingga perisai kolong untuk kontainer.
Mobil listrik sudah berkembang menjadi belasan ribu. Kendaraan listrik sejumlah 10 ribuan, mobil listik sudah 12 ribu dan motor sudah belasan ribu. "Kendaraan listrik menjadi salah satu konsen kami juga, bagaimana populasi pertumbuhan kendaraan listrik tersebut bisa dimitigasi risikonya," ujar Joko Kusnantoro, Plt Kasubdit Uji Tipe Bermotor Kemenhub RI.
Disisi lain, fenomena kecelakaan juga terjadi pada mobil konvensional tipe passenger hingga mobil komersial (bus dan trailer).
"Seluruh kendaraan baik baru atau lama wajib mentaati PM 21 nomor 74 tahun 2021, terutama dalam mencegah kecelakaan kendaraan bermotor dan mencegah fatalitasnya. Jadi dengan mentaati unsur dalam PM 21 nomor 74 tahun 2021, sebagai standar minimal, jadi ga boleh kurang," cetus Ahmad Wildan Investigator Senior KNKT.
Setiap standar minimal Emergency Respons Plan (ERP) harus dipenuhi guna mencegah kecelakaan. KNKT dalam hal ini terjun 3-4 hari setelah kejadian kecelakaan berlangsung. Jadi faktor penentu setiap kendaraan harus memenuhi standar minimal PM 21 nomor 74 tahun 2021.
"Hindari modifikasi lampu yang menjadi beban dari kelistrikan, banyak sekali kasus kebakaran karena jumper arus. Pancaran lampu dan macam warna serta posisi sudah diatur secara regulasi dan harus dipenuhi, jadi modifikasi lampu harus sesuai dengan regulasi dan melarang lampu-lampu yang membuat konsentrasi berkendara jadi tidak fokus saat mengemudi," tambah Wildan.
Soal mobil dan kendaraan listrik juga bisa menjadi masalah besar untuk keselamatan. Active safety dan passif safety. Active safety untuk baterai mobil lebih berbahaya.
"Satu mobil atau bus terdiri dengan ribuan sel baterai. Jika salah satu sel baterai menurun, kemampuannya hanya sampai 70%, dan gampang panas (thermal runway) yang menjalar ke sel lain, dan terjadi ledakan."
Tingkat keamanan baterai bisa dilihat dari BMS (battery manajement system). Ada harga ada rupa sebuah controller untuk BMS. BMS bisa memonitor baterai, dan ada BMS yang bisa memonitor sel. "Kasus baterai sepeda listrik meledak terjadi karena thermal runway tadi. Semakin mahal dan berkualitas, sistem bateri punya keamanan yang berlapis," tambah Wildan.
Sistem keamanan baterai harus bisa ditunjukkan dengan keamanan yang berlapis. VKTR salah satu brand lokal untuk provider bus listrik menggunakan sistem keamanan dari BYD. Satu pack baterai ada 20 modul yang tiap modul dibekali BMS yang mampu membaca sel rusak hingga kapasitasnya menurun 60%. Mobil listrik 60% ada di baterai.
"Jika terjadi demikian, arus ke baterai langsung di cutt off di area itu. Disetiap baterai dilengkapi dengan 4 pemadam (tabung) yang menyemprotkan ke baterai. Dan disetiap baterai sudah dilengkapi dengan pendingin (cooling system), yang fungsinya menahan sel baterai agar tidak cepat aus (alias lebih umur panjang 4000x charger). Baterai BYD sudah mengikuti sistem keamanan 3 lapis dari baterai," tutup Hanif wakil dari CCO Ludiatmo VKTR Teknologi Mobilitas.[Ahs/timBX]