FEB 13, 2021@09:00 WIB | 719 Views
Pemerintah Indonesia dalam hal ini Kementerian Perindustrian menegaskan, perubahan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 73 tahun 2019 merupakan salah satu upaya pemerintah untuk menurunkan emisi gas buang yang bersumber dari kendaraan bermotor. Peraturan tersebut diundangkan tahun 2019 dan akan diberlakukan pada Oktober 2021.
"Perubahan PP ini diharapkan dapat mendorong peningkatan pendapatan pemerintah, menurunkan emisi gas buang, dan meningkatkan pertumbuhan industri kendaraan bermotor nasional," ujar Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita.
Di samping itu, skema pajak PPnBM berbasis flexy engine (FE) dan CO2 berdasarkan PP 73/2019 akan mampu mendorong pertumbuhan kendaraan rendah emisi dengan memberikan gap pajak yang cukup dengan kendaraan konvensional, sekaligus meminimalkan penurunan industri lokal (teknologi konvensional) dengan menetapkan kisaran pajak sesuai daya beli masyarakat
“Revisi PP 73/2019 akan mengakselerasi pengurangan emisi karbon yang diperkirakan mencapai 4,6 juta ton CO2 pada tahun 2035. Diharapkan pada tahun 2025 produksi kendaraan listrik nasional untuk roda 4 dapat mencapai 20% dari kapasitas produksi atau mencapai 400,000 kendaraan,” ungkap Agus.
Menperin menjelaskan, usulan perubahan PP 73/2019 mempertimbangkan infrastruktur dari industri otomotif nasional, sehingga perlu dilakukan peningkatan secara gradual, yang nantinya dapat dievaluasi kembali melihat peningkatan dari infrastruktur kendaraan listrik dan kondisi industri otomotif nasional.
“Usulan perubahan PP 73/2019 akan memberikan dampak positif, di antaranya Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai atau BEV menjadi satu satunya mendapatkan preferensi maksimal PPnBM 0%. Selain itu, usulan tarif PPnBM untuk PHEV sebesar 5% sejalan dengan prinsip semakin tinggi emisi CO2, maka tarif PPnBM semakin tinggi nilai PPnBM-nya,” paparnya.
Menurut Menperin, perubahan terhadap PP 73/2019 diperlukan untuk menyesuaikan dengan kondisi dunia otomotif internasional, di mana kendaraan listrik terus mengalami kenaikan di Eropa dan Amerika Serikat. Selain itu, dapat mendorong investasi di industri kendaraan bermotor nasional, baik dari sektor hulu maupun hilir yang dapat mendorong penyerapan tenaga kerja.
“Diperkirakan investasi yang akan masuk senilai lebih dari Rp50 triliun sampai dengan lima tahun yang akan datang,” ungkapnya.
Apalagi, Hyundai sudah ada komitmen untuk berinvestasi di Indonesia dalam upaya pendirian pabrik cell battery lithium untuk electric vehicle (EV) di Indonesia. Pada saat ini Hyundai sedang menjajaki joint venture dengan kepemilikan saham 50:50 bersama LG Chem.
“Rencananya, pabrik baterai cell Hyundai dan LG Chem ditargetkan akan mulai melakukan produksi pada Desember 2021,” ujar Menperin.[prm/timBX] berbagai sumber