APR 11, 2019@14:00 WIB | 1,933 Views
Kami mengajak Anda untuk berselancar dalam pikiran menciptakan desain mobil sendiri dengan memperhatikan sisi aerodinamikanya. Sebagai pengetahuan dasar, ambil sebuah tembok dan angin sebagai obyek yang sama. Artinya ada kesamaan bahwa tembok menjadi hambatan, begitu juga angin dalam kecepatan tertentu akan menjadi hambatan. Gaya hambatan ini yang kemudian didefinisikan sebagai drag.
Pasalnya aerodinamika mobil dirancang untuk melawan angin, memaintenance angin dan disisi lain bertujuan menghemat konsumsi bahan bakar. Berdasarkan defisini NASA, aerodinamika adalah disiplin ilmu yang membahas tentang kekuatan dan gerakan benda yang dihasilkan melalui udara. Beberapa dekade, mobil dirancang oleh desainer berdasarkan ilmu aerodinamika. Mereka berusaha memotong gaya hambat udara dengan lebih mudah dan memudahkan dalam mengemudi mobil.
Para engineer telah mengembangkan beberapa cara untuk mewujudkan aerodinamika mobil. Sebagai contoh, desain dan bentuk yang lebih bulat pada eksterior mobil, sengaja untuk menyalurkan udara sehingga mengalir di sekitar mobil dengan hambatan seminimal mungkin. Mobil dengan performa mesin yang tinggi cukup jeli memanfaatkan desain agar udara melintas dengan lancar ke bagian bawah mobil.
Termasuk spoiler – yang juga dikenal wing rear- berfungsi untuk menjaga roda belakang mobil tetap stabil pada kecepatan tinggi dan tidak terangkat. Meskipun kenyataannya spoiler yang Anda lihat di mobil low end, hanya untuk sekedar dekorasi saja. Padahal pada puncaknya, aerodinamika membuat mobil lebih go green, karena mesin tidak bekerja secara susah payah melawan udara.
Ketika mobil bergerak, kecepatan dan drag-nya akan meningkat, dan pada akhirnya menuju satu titik dimana drag menjadi sama dengan berat mobil. Atau diilustrasikan dengan mobil yang melaju semakin cepat dan lebih cepat, efeknya akan semakin banyak udara yang mendorong mobil tersebut, sehingga pada maksimum power yang disemburkan mesin menghasilkan kecepatan yang akan dibatasi oleh udara itu sendiri.
Dalam sebuah desain mobil, seberapa penting mengetahui koefisien drag, dimana semakin kecil angkanya akan menentukan seberapa mudah mobil tersebut bergerak dalam kecepatan tertentu. FF 91 Crossover Electric dirancang dengan aerodinamika menghasilkan koefisien drag 0,25. Mercedes A-Class 2019 diklaim memiliki koefisien drag terendah dengan 0,22. Sedangkan VW XL1 memiliki koefisien drag sebesar 0,19 dengan jumlah unit yang terbatas.
Sudah banyak alat pengukur koefisien drag untuk mengetes aerodinamika sebuah desain. Namun kita sendiri perlu tahun bagaimana cara menghitungnya. Koefisien drag (Cd) sama dengan membagi jumlah hambatan/drag (D) dengan hasil kali jumlah kerapatan/ quantity of the density (r) x0,5 velocity (V)2 kali luas area, atau disingkat dengan rumus Cd = D / (A * .5 * r * V ^ 2).
Sekarang, bayangkan kekuatan udara mendorong mobil saat bergerak di jalan. Pada 70 mil per jam (112,7 kilometer per jam), ada empat kali lebih banyak kekuatan yang bekerja melawan mobil daripada pada 35 mil per jam (56,3 kilometer per jam). Pada dasarnya, semakin rendah Cd, semakin bagus aerodinamika sebuah mobil, dan semakin mudah ia dapat bergerak menembus dinding udara yang mendorongnya.
Banyak pihah yang menyangsikan penampilan Toyota Hybrid Prius, apakah mobil ini aerodinamis atau tidak? Setelah diukur, Cd-nya 0.26 dan dapat membantu mencapai jarak tempuh yang sangat tinggi. Faktanya, mengurangi Cd sebuah mobil hanya dengan 0,01 dapat menghasilkan peningkatan 0,2 mil per galon (0,9 kilometer per liter) dalam penghematan bahan bakar. (Bersambung/Ahs/timBX)