MAR 27, 2019@15:30 WIB | 1,900 Views
Perkembangan teknologi yang terjadi saat ini juga membawa permasalahan baru tersendiri. Salah satunya adalah perihal penyimpanan data. Hanya dalam kurun waktu satu decade terakhir kebutuhan penyimpanan data bertumbuh dari sekadar ratusan kilobyte menjadi megabyte, hingga ribuan megabyte.
Karena semakin banyak data yang dibuat, para insinyur kini disibukan mencari cara untuk memaksimalkan jumlah informasi yang dapat disimpan dengan kebutuhan ruang tempat data storage tersebut. Bayangkan jika tidak ada pemecahannya maka nanti setiap inci terakhir planet ini terisi dengan pusat data yang sangat besar.
( Salah satu contoh pusat big data )
Dari semua ide yang disaring, salah satu yang paling menjanjikan adalah menyimpan data dalam DNA. Metode ini tentunya dapat menjadi solusi luar biasa karena secara ukuran saja DNA sudah jauh lebih kecil dibanding media penyimpanan saat ini.
Untuk membantu mencapai tujuan ini, para peneliti Microsoft telah bekerja sama dengan University of Washington untuk uji bukti konsep awal. Dalam sebuah demo baru, para peneliti dari kedua entitas berhasil menyandikan kata ‘halo’ menjadi potongan-potongan DNA palsu - dan kemudian mengubahnya kembali menjadi data digital menggunakan sistem yang sepenuhnya otomatis.
"Ini menunjukkan bahwa otomatisasi ujung-ke-ujung adalah mungkin untuk penyimpanan data di DNA," jelas Luis Ceze, seorang professor di Paul G. Allen School of Computer Science and Engineering University of Washington. Dia juga mengatakan jika tidak bisa otomatisasi penuh, konsep DNA data storage tidak layak diteruskan.
( Ilustrasi penyimpanan data secara cloud )
Keuntungan pengkodean DNA tidak hanya terletak pada kepadatan datanya yang lebih tinggi, dibandingkan dengan metode penyimpanan lainnya. Ini juga bisa menjadi solusi penyimpanan jangka panjang, sebagaimana dibuktikan fakta bahwa DNA dari puluhan ribu tahun yang lalu masih bisa ditemukan dalam artefak seperti gading besar dan tulang dari manusia purba. Hal yang sama dapat terjadi untuk penyimpanan berbasis DNA di pusat data nantinya.
Namun meski teorinya sudah terbukti bisa dilakukan, ada baiknya menunjukkan bahwa demonstrasi saat ini dilakukan menggunakan DNA sintetis yang dibuat di laboratorium. Jadi masih ada kemungkinan hasilnya akan berbeda dengan DNA dari manusia atau makhluk hidup lainnya.
Betapapun mengasyikkannya propek pengembangan ini, jangan berharap pusat data beralih ke penyimpanan DNA dalam waktu dekat.
“Kami saat ini dalam tahap penelitian, dan ini adalah latihan rekayasa untuk memahami tantangan yang terkait dengan membangun sistem hybrid-molekul-elektronik,” kata Karin Strauss, peneliti utama di Microsoft.
“Ini masih hari-hari awal. Kami belajar banyak dan bersemangat untuk melihat apa yang mungkin terjadi. Kami mengambil pendekatan sistem end-to-end untuk bagaimana kami melihat teknologi, dan kami memiliki tim yang sangat kuat. Kami merasa beruntung bahwa institusi kami masing-masing bersedia berinvestasi dalam inovasi”.