SEP 05, 2016@14:21 WIB | 5,585 Views
Siapa yang menyangka bahwa kejenuhan bisa menghasilkan sesuatu yang kreatif dan bernilai? Hal inilah yang menimpa Faiz Sadad, co-founder dari Bokumi. Sekilas, Bokumi mirip seperti urban toys kebanyakan, yakni merupakan karakter dari tokoh-tokoh yang sudah ada.
Namun Bokumi yang Faiz cipatakan bersama sang ayah adalah sesuatu yang sama sekali berbeda.
“Tahun 2008, Bokumi diciptakan dari kejenuhan karena media gambar yang itu-itu aja. Awal tujuan untuk tantangan diri sendiri. Tapi tahun 2012, Bokumi rilis ke publik dan menjadi bisnis,” urai Faiz menjelaskan awal mula Bokumi diciptakan.
Ya, Bokumi bukan merupakan urban toys dengan banyak karakter. Ia semata-mata diciptakan sebagai media kreasi tiga dimensi. Memang itulah tujuan Faiz dan ayah, menumbuhkan semangat kreatif yang tinggi kepada banyak masyarakat Indonesia.
“Kita sebenarnya jual medianya aja. Tapi akhirnya kita juga ngelukis kalau ada yang request. Tapi dibatasi, lima karakter per bulan,” tutur Faiz lagi. Pembatasan request tersebut memang sengaja dibuat agar Bokumi tetap eksklusif dan hasilnya pun tetap maksimal. “Kalau kita produksi banyak, jadi enggak eksklusif dan hasilnya enggak maksimal karena kita lukis pakai tangan sendiri. Jadi hasil yang satu dengan yang lainnya enggak akan sama.”
Sekilas, nama Bokumi juga terdengar seperti Bahasa Jepang. Namun ternyata Bokumi adalah singkatan dari “Boneka Kayu Temi”, yang merupakan nama dari sang ayah. Faiz menceritakan bahwa ia memang mengagas Bokumi bersama sang ayah yang saat ini sedang sibuk dengan usaha event organizer-nya.
“Saya sekarang yang handle bisnisnya. Mulai dari tahun 2015, kita mulai serius bikin banyak media buat Bokumi kayak Instagram, website dan lain-lain,” ungkap Faiz yang masih duduk di bangku kuliah jurusan Komputer.
Bokumi juga sudah banyak berkolaborasi dengan komunitas-komunitas seperti grafiti, sketching dan seniman viral lainnya. Bisnis off-line pun tak luput digarap oleh Faiz, ia kerapkali menjalin kerja sama dengan menyelenggarakan workshop di mal, sekolah ataupun tempat kursus.
Mengenai bahan baku, Faiz awalnya sudah banyak mencoba berbagai media dari kaleng, bambu dan lain-lain. Namun akhirnya, ia sengaja memilih limbah kayu palet karena teksturnya yang mudah dibentuk, kering dan tentu saja lebih ekonomis. Limbah kayu palet ini ia dapat dari pabrik-parbik peti kemas karena memang sering dipakai untuk pengiriman barang. Namun bukan tidak mungkin pula bahan baku Bokumi akan berkembang ke media yang lebih unik.
“Kita lagi mengembangkan bahan baku plastik biar ekonomis dan bisa masuk ke toko-toko kayak Gramedia dan lain-lain,” jelas Faiz yang kemudian menjelaskan sedikit proses produksi Bokumi, yakni dibentuk dengan mesin bubut, didempul dan diamplas agar lembut, hingga dicat putih sebagai dasarnya.
Awalnya, pembeli Bokumi paling banyak datang dari Bali. Namun saat ini pun Bokumi sudah banyak dikenal di seluruh daerah Tanah Air. Faiz juga merasa senang karena pembeli asing sering melirik produk Bokumi yang sudah ia lukis.
Ketika ditanya tentang arti kreatif dan inovatif, Faiz menjawab singkat. Baginya, kreatif adalah berpikir secara baru dan berbeda dengan cara yang positif. Sedangkan inovatif baginya adalah pemikiran baru agar tetap eksis dan kompetitif.
“Tapi sayang, masih banyak orang Indonesia yang maunya beli jadi. Padahal kalau mau kreatif kan harus berani kotor,” kata Faiz sambil tertawa kecil. [Din/TimBX]