JAN 13, 2021@13:20 WIB | 3,759 Views
Elon Musk dan Mark Zuckerberg dua tokok iconic dari negeri Paman Sam ini punya reputasi tingkat dewa dibidang masing-masing. Namun keduanya saling bersitegang melaui sosial media sejak tahun 2016 lalu. Alih-alih keduanya seakan-akan merahasikan persaingan mereka, namun jejak digital mereka terekam cukup jelas, bahwa keduanya cukup bersitegang, meski di masa lalu, kedua perusahaan saling bermitra, dalam menciptakan AI (artificial intelligence).
Keduanya adalah milliarder yang menempatkan secara terhormat di lingkaran elit Silicon Valley. Perseteruan Musk-Zuckerberg terjadi sejak ujicoba roket SpaceX yang menghacurkan satelit Facebook pada tahun 2016 silam.
Tepatnya bulan September 2016, saat SpaceX mencoba roket Falcon 9 di lokasi peluncuran Cape Canaveral, Florida. Pukul 9 pagi waktu setempat, rocket itu meledak, menghancurkan satelit AMOS-6 Facebook, yang harusnya mensupport konektivitas internet di negara berkembang. Sekaligus memupuskan satelit pertama Facebook di orbit.
"Tujuan kami adalah menghubungkan pengusaha (enterpreneur) dan seluruh orang antar benua. Namun ekspektasi kami gagal total, punya satelit yang menghubungkan konektivitas penduduk di seluruh dunia," ungkap Zuckerberg di laman FB pribadinya.
Musk tak membalas kekesalan Mark Zuckerberg. Namun Musk mencoba 2 tahun berikutnya, tepatnya Februari 2018, Musk kembali meluncurkan Rocket Falcon Heavy ke angkasa, dari lokasi yang sama Cape Canaveral Florida. Rocket berbobot 64 ton itu berhasil ke angkasa menuju asteroid belt dan melampaui orbit Mars. Entah ini sebuah hinaan kepada Zuckerberg atau indikasi lain, sebuah kebanggaan atas Tesla Roadster sebagai mobil listrik tercepat dan diproduksi masal.
"Bagaimana saya harus menebus satelit milik Facebook yang rusak, akibat rocket yang gagal mengorbit. Saya fikir satelit itu diasuransikan," seloroh Musk di Twitter saat diwawancara Kerry Flynn.
Perdebatan Makin Sengit di 2017 Saat Facebook Live
Mark kembali membalas kecemasan Musk terkait pemahaman AI. Meski keduanya saling bermain di dunia AI yang sama, namun satu dan lain hal tidak mempertemukan keduanya dalam satu spektrum.
"Saya tetap teguh mengembangkan AI," cetus Mark Zuckerberg. Lanjutnya,"Dengan AI saya cukup optimis semua bisa dikembangkan untuk hajat hidup manusia. Tak usah terlalu gegabah untuk mengkampanyekan skenario Doomsday, dengan ujicoba roketnya. Saya kira itu skenario yang tidak bertanggung jawab," ungkap Zuckerberg.
Menimpali apa yang sudah diucapkan Zuckerberg, Musk kembali nyeletuk melalui akun twitternya "Saya sudah membicarakannya dengan Mark tentang AI. Namun dunia AI terlampau limitted dalam pola fikirnya."
Tahun 2018, sebuah skandal Cambridge Analytica dari Facebook.
Facebook bersama Cambridge Analytica terlibat skandal dalam pengumpulan informasi pribadi 87 juta pengguna Facebook yang terjadi pada 2014. Data tersebut diolah untuk mempengaruhi pandangan pemegang hak pilih, sesuai keinginan politisi yang melakukan kontrak dengan Cambridge Analytica.
Impact dari skandal tersebut, membuat kritik yang begitu tajam oleh cofounder WhatsApp Brian Acton. Dirinya menulis status di lini twitter #deletefacebook. Gayung bersambut, Elon Musk merespon kekesalannya di twitter Acton "What's Facebook?". Sementara seorang fans Musk pun bertanya kenapa menghapus SpaceX di halaman Facebook. Musk menjawab "Saya tidak menyadari akun itu, dan saya akan melakukannya."
Sementara fan Musk yang lain berseloroh, mengapa Tesla masih punya halaman di Facebook. "Jika itu terjadi, kelihatannya harus hilang". Sontak tak lama setelah itu, halaman Facebook Space X dan Tesla hilang dari Facebook.
"Keputusan hilangnya 0akun Space X dan Tesla bukan sebuah keputusan politik. Melainkan hanya tantangan dari seseorang. Aku ladeni keinginan mereka, karena tidak suka Facebook, Sorry," tulisnya di TL.
Meski tidak secara massive serangan Musk ke sosok Mark Zuckerberg. Minimal publik merespon bahwa penetrasi Facebook terlalu besar mengatur regulasi informasi untuk sebuah platform media sosial. Salah satu buktinya, seorang aktor Sacha Baron Cohen berceloteh melalui TL-nya, "Facebook need to regulated by goverment, not ruled by an emperor." Statusnya yang tajam kemudian dibalas oleh Musk dengan menulis, "#DeleteFacebook It's Lame".
Efek Domino, Zuckerberg Bekukan Akun Trump
Finally, awal 2021 kerusuhan yang terjadi di US Capitol, Washington. Facebook tetap menyajikan postingan kerusuhan oleh pendukung Trump. Namun akhirnya 24 setelah video ketidakpuasan Trump terhadap hasil pemilu Amerika, akun Trump diblokir oleh Facebook.
Atas kejadian tersebut, Musk menulis di TL "This is called the domino effect", diwakili sebuah gambar domino dan sebuah narasi singkat "a website to rate women on campus", menyindir atas pengembangan Facebook yang dimulai dari kampus Harvard University.
Elon Musk juga mengkritik kebijakan Facebook yang mengharuskan pengguna Whatsapp harus berbagi data pribadi mereka di Facebook. #WhatsApp updated its #Privacy Policy and Terms of Services, making data-sharing with #Facebook mandatory for all.
Terakhir, Musk meretweet status Jack Dorsey, CEO Twitter, atas kebijakan Facebook yang terlalu membebani pengguna Whatsapp. Tweet Musk lainnya menulis, "Ya don’t say. Reminds me of this timeless classic", disertai meme seorang anak sedang belajar diawasi langsung oleh Mark Zuckerberg. [Ahs/timBX]